KEHENINGAN DI TENGAH KEBISINGAN (Part 1)

Komunitas Taize dalam doa

Sesuai judulnya, keheningan yang dimaksudkan di sini bukan keheningan dalam ‘ke-tidur-an’ dan ‘ke-nyenyak-an’ di tengah ‘kebisingan’ dan ‘hiruk-pikuk’ wabah Corona-Virus-2019 atau bermalas-malasan dari aktifitas harian. Keheningan tidak berarti ‘Mute’ or ‘Pause’ dari aktifitas sehari-hari, meniadakan pekerjaan dan kesibukan. Juga bukan sekedar pelarian atau ‘pengasingan diri’ dari kebisingan dunia ini (masalah keuangan, pekerjaan, penyakit, hiruk-pikuk kegiatan, persoalan-persoalan pribadi maupun keluarga, dsb). Keheningan yang dimaksud adalah keheningan demi mencapai kekudusan, keheningan yang mem-batin, tidak merusak ketenangan jiwa seperti air yang tenang dan jernih, sekalipun sedang menghadapi persoalan dan gejolak hidup atau sesibuk apa pun aktifitas kita, hati-batin dan pikiran tetap suci dan damai. Di sini, jiwa harus tetap tenang meski tubuh terus bergerak dan beraktifitas. Mengapa? Karena CINTA yang menggerakkan manusia untuk berbuat berkat dorongan dari kedalaman jiwanya yang tenang. Karena CINTA-lah yang menggerakkan Bunda Teresa pergi ke India. Mari kita belajar dari pengalaman doa dan kasih Bunda Teresa dari Kalkuta.

Suatu hari, Bunda Teresa (mungkin lebih akrab menyebutnya ‘Bunda’ ketimbang ‘Santa’) disodorkan suatu pertanyaan “What or who is God?” Bunda Teresa dalam suatu kesempatan menjawab:

“God is love and He loves you and we are precious to Him. He called us by our name. We belong to Him. He has created us in His image for greater things. God is love, God is joy, God is light, God is truth.”

Pernyataan ini merangkum keyakinannya pada Allah dan pengalamannya tentang Dia: Allah itu ada dan Sumber dari semua yang ada; Keberadaan-Nya adalah cinta; Dia telah menciptakan kita menurut rupa-Nya dengan kekuatan rohani intelek serta kehendak bebas, dengan kemampuan untuk mengetahui dan mengasihi; Dia adalah seorang Bapa yang mengasihi kita masing-masing secara unik, pribadi, dan Dia sangat menginginkan kebahagiaan kita. Tidak ada kesulitan atau penderitaan, baik penderitaannya sendiri maupun penderitaan orang miskin, yang dapat melemahkan keyakinan Bunda Teresa bahwa Allah adalah kasih, bahwa semua yang Dia lakukan atau ijinkan pada akhirnya adalah demi kebaikan yang lebih besar dan, karenanya, ungkapan kasih-Nya yang besar dan tanpa syarat.

Santo Agustinus menulis dalam buku ‘Confessions’-nya:

“You have made us for yourself, O Lord, and our hearts are restless until they rest in you.”

Adalah keyakinan Bunda Teresa bahwa semua orang, meski jauh di dalam lubuk hati, sebenarnya masih percaya kepada Allah, sekalipun seorang Atheis. Ada kerinduan akan Allah di dalam diri kita masing-masing dan meskipun itu mungkin tidak diakui atau secara sadar diungkapkan seperti itu, pencarian akan kegembiraan, kedamaian, kebahagiaan dan terutama demi cinta, adalah perwujudan dari kerinduan ini. Meskipun keinginan, atau “rasa lapar” akan Allah, seperti yang diungkapkan Bunda Teresa, ditanamkan dalam setiap hati manusia, memasuki hubungan dengan-Nya sangat tergantung pada kerja sama kita dengan kasih karunia-Nya. Kebebasan untuk bekerja sama atau tidak, adalah ekspresi lain dari cinta dan rasa hormat yang dimiliki Allah bagi setiap manusia. Dia tidak memaksakan diri pada siapa pun; Dia menyerahkannya pada pilihan kita. Namun, respons yang sesuai dari makhluk ciptaan di hadapan Penciptanya, yang adalah kasih dan kebijaksanaan yang tak terbatas, selayaknya menjadi kasih dan kepercayaan, pujian dan penyembahan, pengakuan dan ucapan syukur.

Karena Allah begitu sangat mengasihi kita, setiap orang dipanggil untuk membagikan kasih itu; seperti yang sering ditegaskan oleh Bunda Teresa: “Kita telah diciptakan untuk hal-hal yang lebih besar, untuk mencintai dan dicintai.” Untuk mencintai sebagaimana Allah mencintai, bertemu setiap hari dengan Dia melalui doa adalah penting. Tanpa doa, cinta mati. Bunda Teresa menekankan pentingnya hal ini dengan mengatakan, “Yang mana darah diperuntukkan buat tubuh, begitu pula doa diperuntukkan buat jiwa.” Tetapi untuk masuk ke dalam doa, keheningan diperlukan, karena “dalam keheningan hati, Allah berbicara.”

RP. Yonis Toras, OCD (Komunitas Karmel OCD Amal Pura-Bali)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *