KEHENINGAN DI TENGAH KEBISINGAN (Part 2)

YESUS MENGAJAR DI BAIT ALLAH

Kata-kata sederhana yang terkenal dari Bunda Teresa mengungkapkan kebenaran ini:

BUAH KEHENINGAN ADALAH DOA;
BUAH DOA ADALAH IMAN;
BUAH IMAN ADALAH KASIH;
BUAH KASIH ADALAH PELAYANAN;
BUAH DARI PELAYANAN ADALAH KEDAMAIAN.

Aforisme sederhana namun mendalam ini menempatkan keheningan sebagai titik awal bagi cinta, kedamaian, dan pelayanan yang praktis. Seperti yang dikatakan Bunda Teresa: “Keheningan adalah akar persatuan kita dengan Allah dan satu sama lain.” Keheningan dan permenungan adalah kondisi yang sangat diperlukan untuk berdoa. Suasana keheningan lahiriah tentu sangat membantu, tetapi Bunda Teresa, yang menghabiskan sebagian besar hidupnya di kota-kota besar yang penuh sesak, belajar untuk hening secara batin dan mengingat kembali di tengah-tengah banyak kebisingan dan aktifitas. Dia menunjukkan kepada kita bahwa untuk mempraktikkan keheningan seseorang tidak perlu melarikan diri dari dunia dan hidup sebagai seorang pertapa. Yang perlu adalah belajar menenangkan pikiran dan hati dengan menyingkirkan diri kita di saat yang tepat untuk berdoa, seperti Yesus yang menyingkirkan diri setelah seharian mengajar dan mewartakan kebenaran.

Doa meresapi hari hidup Bunda Teresa: dia memulai, mengakhiri, dan mengisi setiap hari dengan doa. Doa adalah kata-kata pertamanya saat bangun tidur yang ditujukan kepada Allah, dan sepanjang hari ia secara spontan berbicara kepada-Nya tentang kasih dan rasa terima kasihnya, rencana, harapan, dan keinginannya. Segera setelah beberapa kebutuhan atau kesulitan muncul, betapapun kecil dan sepelehnya, dia berbalik kepada Allah, membuat permohonannya dengan keyakinan dan harapan selayaknya seorang anak yang bergantung pada ayahnya. Selain Misa Kudus setiap hari dan Brevir pagi dan sore (yang berisi mazmur, bacaan Kitab Suci, dan doa permohonan), doa-doa tradisional seperti Rosario, Jalan Salib, Litani, dan Novena, membuatnya tetap bersatu terus dengan Tuhan.

Waktu doa yang penting bagi Bunda Teresa adalah meditasi setengah jam secara harian tentang Kitab Suci. Dengan menggunakan metode tradisional Ignasian untuk merenungkan Sabda Tuhan, terutama Injil, Bunda Teresa dituntun pada percakapan intim dan persekutuan dengan Allah. Melalui bacaan yang penuh doa ini, Sabda Allah berakar di dalam dirinya, mengobarkan cintanya, memengaruhi kata-katanya, dan mengarahkan tindakannya. Dia juga memelihara jiwanya setiap hari dengan setengah jam tambahan yang diberikan untuk membaca kehidupan dan tulisan orang-orang kudus atau karya asketis lainnya. Untuk membantu menumbuhkan ingatan sepanjang hari, Bunda Teresa berada dalam praktik doa “ujud-ujud singkat” – doa pendek yang mengangkat pikiran dan hati seseorang kepada Allah di tengah-tengah kegiatan sehari-hari. Pengulangan ini adalah bantuan besar untuk menjaga dirinya di hadirat Tuhan. Melalui cara-cara ini, dia tumbuh dalam pengetahuan dan kasih yang mendalam kepada Allah dan mampu menanggapi Dia dan saudara-saudaranya dalam kasih.

Karena “kasih berasal dari Allah” (1 Yoh 4: 7), cinta manusia harus menjadi cerminan dan berbagi dalam cinta ilahi, yang sepenuhnya tanpa pamrih dan hanya mencari kebaikan dari yang lain. Cinta sejati adalah pemberian diri, pengorbanan diri, “mati untuk diri sendiri” untuk mencintai dan melayani orang lain, dan ini adalah cinta yang dicontohkan Bunda Teresa. Dalam sebuah budaya di mana “cinta” terlalu diidentifikasi dengan perasaan-perasaan daripada tindakan konkret, kesenangan daripada pengorbanan; hidup dan ajaran Bunda Teresa, mengikuti teladan hidup dan ajaran Kristus sendiri, menjadi teladan ideal cinta kasih Kristiani.

Dalam sebuah wawancara, Bunda Teresa pernah ditanya, “Bisakah Anda menyimpulkan apa sebenarnya cinta itu?” Dia segera menjawab: “Cinta itu memberi. Tuhan sangat mencintai dunia sehingga Dia memberikan Anak-Nya. Yesus sangat mencintai dunia, sangat mencintaimu, sangat mencintaiku sehingga Ia memberikan hidup-Nya. Dan Dia ingin kita mengasihi sebagaimana Dia mengasihi. Dan sekarang kita juga harus memberi sampai terluka. Cinta sejati adalah memberi dan memberi sampai terluka.”

Amlapura, 10 Mei 2020

RP. Yonis Toras, OCD

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.