KISAH PERTAPA DAN PETANI

Seorang pertapa saleh tinggal di dalam gua, ia berada di kawasan hutan lebat, di sebuah gunung tinggi. Begitu suci hidup sang pertapa sehingga ia beranggapan dirinyalah manusia paling saleh dan paling mencintai Tuhan.

Tuhan membaca semua pikiran sang pertapa itu. Datanglah Tuhan menjumpainya. “Hai pertapa, pergilah ke sebuah sungai yang mengalir, di tepi desa di kaki gunung ini. Temuilah seorang petani yang sedang membajak sawahnya. Ia adalah orang yang berbakti kepada-Ku, belajarlah dari dia.”

Pergilah sang pertapa ke tempat yang disebutkan. Di sana ia bertemu dengan seoran petani. Dengan cermat sang pertapa memperhatikan tingkah laku petani. Sebelum membajak sawah, petani menundukkan kepala. Saat makan siang tiba, petani menundukkan kepala lagi. Pada malam hari sang pertapa memperhatikan petani menundukkan kepala sekali lagi.

Sang pertapa pun berpikir: “Sehari hanya tiga kali berdoa singkat, bagaimana mungkin petani ini disebut berbakti kepada Tuhan?”

Tuhan berkata lagi kepada sang pertapa, “Pergilah mengelilingi desa itu dengan membawa gelas berisi air penuh. Jangan menumpahkan setetespun air di dalamnya!”

Dan sang pertapa melakukannya. Bertanyalah Tuhan: “Berapa kali kamu ingat Aku sepanjang perjalanan?” Sang pertapa menyahut, “Bagaimana aku ingat Engkau, kalau Engkau menyuruhku memperhatikan air dalam gelas ini supaya tidak tumpah?”

Tuhan bersabda: “Gelas ini menguasai pikiranmu, sehingga tak sekalipun engkau berpikir tentang Aku. Tetapi lihatlah petani ini. Di saat-saat sibuk membajak sawah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, ia masih ingat Aku.”

REFLEKSI:

LUPA DOA, LUPA SEGALA YANG BAIK

Doa adalah bersatu dan bersahabat dengan Tuhan. Sadarilah PERSAHABATAN itu. Kita perlu berdoa — karena doa memberi hati yang bersih dan hati yang bersih dapat melihat Tuhan pada setiap orang. Jika kita melihat Tuhan dalam diri orang lain, secara alami, kita akan saling mencintai sebagaimana Tuhan mencintai kita masing-masing. Cinta melahirkan kedamaian. Karya cinta adalah karya perdamaian

DOA SEBAGAI FONDASI

Jika hidup kita tanpa doa, sama seperti rumah tanpa fondasi. Kehidupan doa kita … biarlah menjadi fondasi awal, sebuah bangunan yang kokoh. Hal utama dalam doa adalah hati yang murni itu, dan persatuan dan keterikatan penuh pada Kristus. Jika hal itu tidak ada, ibarat membangun gedung sepuluh lantai di atas fondasi yang hanya dibuat untuk satu lantai — dan apa yang terjadi? Gedung itu akan ambruk.

Untuk berdoa, kita membutuhkan hati yang bersih. Mengapa Bunda Maria dipilih? Karena hatinya bersih dan doa akan selalu memberi kita hati yang bersih. Seringkali di siang hari, rasakan kebutuhan untuk berdoa — ketika Anda sedang mencuci, belajar, bersatulah bersama Yesus. Sadarilah itu. Semakin banyak Anda berdoa, semakin Anda akan gembira untuk berdoa. Jangan pernah tinggalkan doa, meski hanya doa yang singkat dan sederhana. Ucapkanlah kata SYUKUR setiap memulai dan mengakhiri sesuatu pekerjaan. Ingatlah Tuhan walau hanya sedetik dan sejenak.

Amlapura, 17 Juni 2020

RP. YONIS TORAS, OCD

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *